Minggu, 03 Oktober 2010

Keterikatan Manusia Terhadap Hukum Kodrat St. Thomas Aquinas


Kristoforus Sri Ratulayn K.N


Teori hukum kodrat merupakan sebuah konsep yang telah dirumusakan oleh St. Thomas Aquinas dalam ajarannya mengenai etika. Sebenarnya jika mau ditelusuri lebih jauh hukum kodrat sudah mulai ada sejak jaman Yunani Kuno dengan Aristoteles sebagai tokoh yang pertama mengajarkannya. Namun, pada masa Abad Pertengahan St. Thomas Aquinas mencoba merumuskan kembali konsep hukum kodrat tersebut.
Ajaran St. Thomas Aquinas mengenai etika sangat berpengaruh kuat sampai saat ini. Pengaruh itu terasa sangat kuat khususnya dalam agama Katolik. Ajaran Gereja Katolik mengenai etika banyak mendasarkan diri pada teori hukum kodrat St. Thomas Aquinas. Fenomena kuatnya pengaruh tersebutlah yang kiranya menarik untuk mendapat sorotan tersendiri. Sebenarnya sejah mana manusia terikat oleh teori etika hukum kodrat yang diajarkan oleh St. Thomas Aquinas?
Fenomena itu semakin menarik untuk dibahas ditengah dunia yang memang saat ini banyak disuarakan isu-isu mengenai kebebasan manusia sebagai seorang individu. Aura kebebasan yang dalam sejarahnya dimulai dari masa filsafat modern, yang sangat mengedepakan kebebasan individu. Manusia berusaha melepaskan diri dari kungkungan adat, agama, dan berbagai hal lain yang membelenggu mereka dalam berpikir dan mengekspresikan diri. Lantas bagaimana sebenarnya keterikatan manusia terhadap hukum kodrat?
Tulisan saya kali ini akan mencoba mengulas mengenai keterikatan manusia terhadap teori hukum kodrat St. Thomas Aquinas. Dengan kata lain mencoba melihat sebenarnya seberapa besar keterikatan manusia terhadap hukum kodrat. Saya ingin menjawab pertanyaan apakah hukum kodrat itu mengikat manusia secara mutlak dan universal? Lalu seberapa besar daya ikat itu sendiri? Kemudian apa akibat yang dialami manusia jika ia melanggar hukum kodrat?
Namun, sebelum menjawab pertannyaan-pertanyaan di atas tadi, saya akan menampilkan ulasan secara mendetail sebenarnya apa dan bagaimana teori hukum kodrat dari St. Thomas Aquinas. Karena dengan melihat teori hukum kodrat dari St. Thomas Aquinas, akan semakin memudahkan kita dalam membedah masalah keterikatan manusia terhadapnya. Bagian selanjutnya saya akan melakukan analisis fenomena-fenomena yang terjadi dalam diri manusia dalam terang teori hukum kodrat.

Hukum Kodrat St. Thomas Aquinas
Menurut St. Thomas Aquinas, definisi dari hukum itu sendiri adalah "pengaturan akal budi demi kepentingan umum yang dipermaklumkan oleh yang bertugas memelihara masyarakat". Sedangkan menurut pandangan tradisional, hukum kodrat adalah sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah, bersifat universal, dan mengalami keteraturan dengan hukum alam. Ditangan St. Thomas Aquinas, yang notabene adalah seorang filosof Kristiani, hukum kodrat dimaknai sebagai partisipasi aktif makhluk berakal budi dalam hukum abadi. Hukum abadi tersebut secara singkat adalah kebijaksanaan Allah sendiri sebagai asal-usul dan penentu kodrat ciptaaan.
Jika kita melihat definisi dari hukum kodarat yang adalah sebuah partisipasi aktif dari akal budi terhadap hukum abadi, maka kita pun perlu melihat terlebih dahulu apa hukum abadi itu sendiri. Hukum kodrat akan semakin mudah untuk kita pahami jika terlebih dahulu kita pun memahami apa itu hukum abadi. Hal ini adalah sebuah konsekuensi logis karena memang hukum kodrat itu sendiri bergantung pada hukum abadi.
St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa Theologica quaesiones 91 yang diterjemahkan oleh Franz-Magnis mengatakan bahwa hukum abadi adalah sebagai berikut:
"... Sebagaimana kami katakan di atas, hukum itu tidak lain perintah akal budi praktis dari penguasa yang memerintah atas komunitas sempurna [negara]. Nah jelaslah, apabila dunia diperintah oleh penyelenggaraan Ilahi sebagaimana dinyatakan dalam bagian pertama, seluruh komunitas alam semesta diperintah oleh Akal Budi Ilahi. Oleh karena itu, pemerintahan segala hal dalam Allah, penguasa alam semesta, bersifat hukum. Karena pengertian Akal Budi Ilahi tidak berada di bawah [jangkauan] waktu, melainkan bersifat abadi, sesuai Amsal 8:23, maka kesimpulannya bahwa hukum semacam itu harus disebut abadi.
Pemakluman dilakukan secara lisan atau tertulis, dan hukum abadidipermaklumkan dengan dua cara itu karena baik Sabda Ilahi maupun penulisan Buku Kehidupan adalah abadi..."

Kutipan paragraf di atas telah dengan sangat jelas memaparkan apa yang St. Thomas Aquinas maksud dari hukum abadi. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hukum abadi menurut St. Thomas Aquninas adalah Allah sendiri.
Teori hukum kodrat jika mau dijabarkan sebenarnya terdiri dari tiga bagian. Pertama, berpijak dari premis awal bahwa segala "sesuatu dalam alam mempunyai tujuan". Kemudian dalam konteksnya dengan manusia ditegaskan bahwa apakah dalam hidupnya manusia mendekati tujuan akhirnya atau malah menjauhinya. Tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan. Maka menurut St. Thomas Aquinas, dalam hal tujuan akhir ini Tuhan diperlukan untuk membuat gambaran ini menjadi lengkap. "Nilai dan tujuan, oleh karenanya, dikonsepkan sebgai dasar dari kodrat hal-hal itu karena dunia dipercaya sebgai ciptaan yang menuruti rencana ilahi".
Jika tujuan akhir hidup adalah kebahagiaan dan Tuhan sebagai Sang Pencipta alam yang mempunyai tujuan maka bisa disimpulkan bahwa kepenuhan kebahagiaan hanya terdapat dalam Tuhan. St. Thomas Aquinas menegaskan bahwa konsep kebahagiaan yang dimaksud Aristoteles masih merupakan kebahagiaan yang belum sempurna. Kebahagiaan yang sempurna ada pada di kehidupan setelah kematian, saat manusia kembali bersatu dengan Tuhan.
Berdasarkan penjelasan bahwa segala sesuatu mempunyai tujuan, maka perintah dasar moral hidup berdasarkan pada hukum kodrat adalah wajib bertindak ke arah yang baik dan menjauhi yang jahat. Sesudah orang mengerti dan memahami tentang mana yang baik dan mana yang buruk, ia harus selalu mengarahkan dirinya pada apa yang baik. Hukum kodrat membantu seseorang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Kedua, hukum kodrat membuat konsep adanya dari sesuatu tercampur juga dengan bagaimana seharusnya. Dalam bahasa Inggris perbedaan ini menjadi lebih jelas antara are dan should be. Artinya hidup menurut hukum kodrat tidak lagi hanya sekedar apa adanya kaitanya dengan alam, melainkan sebagai sebuah keharusan alam. Keharusan dengan alam ini menyangkut seperti hukum fisika dan kimia, bahkan kecenderungan impuls seksual.
Ketiga, teori hukum kodrat mengarahkan pada pertannyaan tentang pengetahuan moral. Pertanyaan tersebut adalah bagaimana seseorang menentukan apa yang benar dan salah? Hukum kodrat menegaskan bahwa hal "yang benar untuk dilakukan adalah tindakan apa pun yang sesuai dengan pikiran yang paling rasional".
Dengan demikian bisa sedikit kita simpulkan bahwa hukum kodrat adalah partisipasi aktif akal budi dalam hukum abadi, Allah sendiri, sebagai penentu kodrat ciptaan-Nya. "Hidup sesuai dengan hukum kodrat berarti hidup sedemikian rupa hingga kecondongan-kecondongan kodrati mencapai tujuan khas masing-masing, tetapi dalam keselarasan menurut pengaturan akal budi".

Manusia Sebagai Subjek Hukum Kodrat
St. Thomas Aquinas melalui teori hukum kodratnya telah berhasil membangun sebuah etika yang bersifat umum dan universal. Karena memang yang ditekankan adalah tuntutan akal budi atau rasionalitas. Artinya, dalam menentukan setiap tindakannya, manusia harus mendasarkan atau menyertakan pada sebuah pemikiran akal budi (rasio). Manusia harus lepas dari hanya sekedar perasaan suka-tidak suka, enak-tidak enak, dan sebagainya.
Lebih lanjut dalam kaitannya hukum kodrat dengan manusia, St. Thomas Aquinas menjelaskan bahwa manusia adalah sebagai sarana yang tepat untuk meluruskan pemahaman yang benar tentang hakikat hukum. Dalam hukum kodrat sebenarnya ingin menampilkan juga bahwa hukum itu bersifat universal, sebab "hukum terbentuk dari akal budi (dalam arti perintah akal budi) yang dimiliki oleh setiap orang". Dari sini sudah mulai tampak daya ikat dari hukum kodrat terhadap manusia,yaitu sebuah konsekuensi logis karena hukum kodrat harus berdasarkan akal budi dan hanya manusialah yang mempunyai akal budi rasional.
Namun, yang menjadi masalah adalah bagimana jika terjadi sebuah fenomena penggunaan akal budi untuk merusak, misalnya membuat bom. Pada intinya pembuat bom tersebut juga menyertakan akal budi dalam perakitannya. Hukum kodrat juga tidak mampu melarangnya untuk tidak membuat bom. Kasus lain lagi mengenai menikah dan tidak menikah. Seseorang menikah sesuai dengan perkembangan organismenya. Namun ternyata dengan pertimbangan akal budinya, ia meyakini bahwa tidak menikah pun sebagai nilai yang baik. Lantas apakah ia pun melanggar hukum kodrat. Siapa yang akan memaksa seseorang wajib untuk menikah? toh nyatanya tidak ada. Apakah seseorang yang maju berperang demi membela negaranya dan akhirnya mati juga melanggar hukum kodrat? St. Thomas Aquinas tidak bisa memberikan kriteria yang kuat untuk itu semua.
Melihat kelemahan-kelemahan itu semua, tidak bisa juga kita mengatakan bahwa teori hukum kodrat St. Thomas Aquinas tidak memberikan sumbangan apapun. Teori hukum kodrat mampu memberikan sebuah masukan tentang keuniversalan etika yang didasarkan pada realitas dan bukan sekedar pemikiran sujektif dalam bertindak. Lebih lanjut, pada intinya hukum kodrat memang tidak mempunyai keketaatan mengikat yang kuat terhadap manusia.
Hukum kodrat hanya menjadi sebuah kriteria atau landasan dalam manusia bertindak yang baik. Dengan kata lain membantu manusia untuk menemukan dan mampu menentukan apa yang baik dan apa yang buruk. Hukum kodrat juga memberikan nasehat untuk selalu melakukan yan baik dan menjauhi yang buruk. Sedangkan dalam pelaksanaannya manusia tetap bebas untuk menentuka setiap tindakan dalam hidupnya sehari-hari. Keharusan untuk melakukan sebuah kebaikan sesungguhnya merupakan kewajiban yang diharuskan oleh diri manusia sendiri. Dengan kata lain daya ikat yang sesungguhnya ada dalam diri manusia.
Manusia dengan akal budinya bertanggung jawab dan diharuskan oleh dirinya sendiri untuk melakukan keutamaan-keutamaan dalam hidupnya. Misalnya, keutamaan untuk memperjuangkan keadilan, kesetiaan, kejujuran, cinta kasih, dan sebagainya. Bahkan ketika manusia malah melakukan tindakan yang buruk hukum kodrat tidak bisa berbuat apa-apa, melainkan hanya hukum positif atau hukum manusia yang berbicara. Hukum manusialah yang ahkirnya memberikan sangsi kepada orang tersebut. Hukum kodrat merupakan keharusan yang ada dalam diri manusia sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar