Oleh: Kristoforus Sri Ratulayn K.N
Pembahasan mengenai etika sangat menarik untuk terus dikaji setiap waktu. Apalagi ketika melihat fenomena masih sangat kuatnya daya ikat di zaman sekarang. Di tengah berbagai kemajuan teknologi, etika seoalah menjadi ”polisi” bagi para ilmuwan dalam melakukan eksperimen-eksperimen mereka yang terkadang hendak melampaui batas alamiah. Hal ini terlihat jelas ketika para ilmuwan mulai mampu melakukan cloning pada hewan dan hendak mengaplikasikannya pada manusia.
Etika sendiri merupakan salah cabang dari filsafat. Kata etika sendiri berasal dari bahasa Yunani Ethike dan tekhne yang berarti sebuah ilmu tentang moral. Jika ditelusuri lebih dalam, kata ethike berarti juga ethos yang artinya alami (nature). Dengan demikian etika kurang lebih berarti sebuah ilmu tentang tindakan manusia menurut hakikat alaminya.
Paper ini secara khusus akan mecoba memaparkan ajaran St. Thomas Aquinas mengenai etika. Pada pembahasannya saya akan membaginya kedalam beberapa bagian. Bagian pertama saya mencoba memberikan gambaran umum atau latar belakang ajaran etika St. Thomas Aquinas. Pada bagian tersebut kita akan melihat bahwa St. Thomas Aquinas banyak mengambil ajaran Aristoteles dalam mengembangkan ajaran etikanya. Ajaran tersebut nampak dalam pandangan bahwa segala sesuatu di dunia ini mempunyai tujuan akhir (telos), yaitu kebahagiaan (happiness).
Bagian selanjutnya kita akan mengulas lebih mendalam ajaran St. Thomas Aquinas tentang hukum kodrat (Lex Naturalis). Bagi St. Thomas Aquinas, hukum kodrat merupakan esensi dari manusia. Hukum kodrat dipandang sebagai sebuah arah atau haluan bagi setiap orang dalam bertindak. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hukum kodrat merupakan jalan yang mengarahkan seseorang kepada tujuan akhir hidupnya, yaitu kebahagiaan (eudaimonia).
Latar Belakang Etika St. Thomas Aquinas
Secara umum, ajaran St. Thomas Aquinas tentang etika banyak mengambil dari ajaran Aristoteles mengenai etika. Dengan demikian suka atau tidak kita akan sedikit membahas etika menurut Aristotles. Meskipun demikian, St. Thomas Aquianas tidak hanya mengambil begitu saja ajaran-ajaran etika Aristotles. St. Thomas Aquinas banyak melakuakan perubahan dan penambahan terhadap ajaran Aristotles. Salah satu penambahan yang langsung terasa adalah bahwa St. Thomas Aquinas menyertakan konsep Tuhan sebagai tujuan akhir hidup manusia.
Bagi Aristotle, dalam bukunya Etica Nicomachaea setiap agen bergerak untuk sebuah tujuan. Lebih lanjut bahwa tujuan utama dari setiap gerakan manusia adalah kebahagiaan. Kebahagiaan itu hanya terletak pada sebuah kemampuan yang paling tinggi dari segalanya. Akhirnya, bagi Aristoteles, konsep kebahagiaan dalam filsafatnya adalah theoria, yaitu kontemplasi pada sebuah objek tertinggi.
Sedangkan bagi St. Thomas Aquinas setiap tindakan manusia dibedakan menjadi dua bentuk actiones humanae dan actiones hominis. Artinya tindakan manusia dibagi kedalam dua bentuk. Pertama, manusia dengan sadar memutuskan melakukan sebuah tindakan dengan berdasarkan akal budinya. Kedua, bahwa tindakan manusia sesungguhnya hanya bersifat melakukan sesuatu yang telah menjadi ketetapan, jadi manusia tidak bebas lagi menentukan tindakannya, jelas pula tidak ada pertimbangan akal budi di dalamnya. Sebuah¬¬¬ hidup yang baik ditentukan ketika apakah seseorang menggunakan kehendak dan akal budinya dengan baik atau tidak.
Etika Teleologis
Salah satu konsep inti pemikiran St. Thomas Aquinas mengenai etika adalah konsep etika teleologis, dari bahasa Yunani telos dan logos. St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa teleologis pada dasarnya merupakan etika yang menekankan kerinduan alamiah manusia untuk sebuah kebaikan yang sempurna. Bagi St. Thomas Aquinas, kebaikan sempurna dalam konteks ini dimaknai sebagai Allah sendiri, sebagai tujuan akhir hidup manusia. Hingga akhirnya segala kegiatan manusia harus selalu mengarahkan diri hanya kepada tujuan akhir tersebut, yaitu Allah. Lebih lanjut, dalam masa abad pertengahan, etika teleologi mengkaitkan diri dalam hukum kodrat. Artinya segala sesuatu menjadi benar atau salah diukur dari apakah hal tersebut sesuai atau tidak dengan tujuan alamiahnya.
Konsep etika teleologis merupakan sebuah fondasi dari prinsip-prinsip etika yang mengarah kepada tujuan akhir dari alam semesta, hidup manusia, beserta organ-organ tubuh yang ada di dalam manusia. Dalam tangan St. Thomas Aquinas, etika teleologis dimaknai lebih mendalam sebagai keterkaitan dengan hukum kodrat (natural law). Artinya sesuatu dianggap salah jika tidak sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya secara alamiah. Dari hal ini kita bisa mulai sedikit menangkap bahwa hukum kodratlah yang menjadi indikator atau panduan setiap tindakan manusia. Pertanyaan mendasar yang muncul dari konsep etika teleologis adalah apakah sesungguhnya puncak dari kebahagiaan atau akhir, yang membuat tindakan bebas manusia harus mengarah kepadanya sehingga ia hidup dengan baik?
Eudaimonia: Tujuan Akhir Manusia
Konsep eudaimonism yang ada dalam ajaran etika St. Thomas Aquinas, sesungguhnya merupakan lanjutan logis dari konsep etika Teleologi. Kita telah mengetahui etika Teleologi pada intinya ingin mengatakan bahwa segala sesuatu mempunyai tujuan akhir. Lebih lanjut, bahwa segala sesuatu menjadi baik atau buruk tergantung apakah sesuai dengan tujuan akhirnya atau tidak. Bertolak dari etika Teleologi tersebut, konsep eudaimonia dalam ajaran etika St. Thomas Aquinas ingin menempatkan diri sebagai tujuan akhir tersebut. Eudaimonia menjadi sebuah telos bagi manusia.
Kebahagiaan (eudaimonia) di sini dimaknai sebagai sebuah kepenuhan, kesempurnaan, atau kesejahteraan. Bagi St. Thomas Aquinas dalam konsep kebahagiaan harus juga disertakan partisipasi akal budi di dalamnya. Kebahagiaan tidak terletak pada segala sesuatu yang ada di dunia ini. Karena kalau kebahagiaan terletak pada benda-benda atau kekuatan dari dunia ini, hal tersebut mempunyai sifat yang sementara saja. Menurut St. Thomas Aquinas, apa yang Aristoteles sebut sebagai kebahagiaan, hal tersebut merupakan kebahagiaan yang sifatnya belum sempurna. Kebahagiaan sejati atau sempurna hanya ada di dalam Tuhan, Sang Pencipta, yang merupakan kebaikan terbesar atau tertinggi.
Tuhan merupakan tujuan akhir dari setiap bendabaik yang rasional maupun yang irasional. Bagi mereka yang merupakan ciptaan rasional, dapat meraihnya dengan pengetahuan dan cinta akan kebahagiaan tersebut. Lebih tegas dikatakan bahwa hanya ciptaan rasional lah yang mampu mengalami kebahagiaan dengan melihat Tuhan secara langsung. Tidak ada objek ciptaan lain yang mampu memperoleh kebahagiaan yang sempurna tersebut selain manusia.
Namun yang perlu menjadi pertimbangan lain adalah muncul masalah dari konsep kebahagiaan diperoleh jika melihat manusia melihat Tuhan secara langsung. Masalah yang muncul adalah bagaimana mungkin manusia mampu melihat Tuhan, karena Tuhan memang tidak bisa dilihat. Menanggapi masalah tersebut, St. Thomas Aquinas menjawab bahwa untuk hal itu dibutuhkan rahmat supranatural. Lebih tegas bahwa sesungguhnya dalam diri mansia sudah terdapat sebuah potensi untuk dapat mengenali Tuhan. Namun untuk dapat mengubahnya menjadi sebuah tindakan manusia membutuhkan rahmat dari Tuhan sendiri.
Argumen St. Thomas Aquinas tersebut menggambarkan bahwa ia berdiri sÃntesis antara filsafat dan teologi. Karena memang dalam menjelaskan tentang etika, St. Thomas Aquinas tidak hanya berdiri sebagai seorang filsuf, melakukan juga sebagai seorang teolog. Dengan demikian kita tidak akan membahasnya lebih lanjut, karena memang membutuhkan penjelasan lebih lanjut lagi dalam paper kajian teologi.
Hukum Kodrat (Lex Naturalis) St. Thomas Aquinas
Teori hukum kodrat merupakan sebuah konsep yang telah dirumusakan oleh St. Thomas Aquinas dalam ajarannya mengenai etika. Sebenarnya jika mau ditelusuri lebih jauh hukum kodrat sudah mulai ada sejak jaman Yunani Kuno dengan Aristoteles sebagai tokoh yang pertama mengajarkannya. Namun, pada masa Abad Pertengahan St. Thomas Aquinas mencoba merumuskan kembali konsep hukum kodrat tersebut.
Menurut St. Thomas Aquinas, definisi dari hukum itu sendiri adalah "pengaturan akal budi demi kepentingan umum yang dipermaklumkan oleh yang bertugas memelihara masyarakat". Sedangkan menurut pandangan tradisional, hukum kodrat adalah sesuatu yang tetap, tidak berubah-ubah, bersifat universal, dan mengalami keteraturan dengan hukum alam. Ditangan St. Thomas Aquinas, yang notabene adalah seorang filsuf Kristiani, hukum kodrat dimaknai sebagai partisipasi aktif makhluk berakal budi dalam hukum abadi. Hukum abadi tersebut secara singkat adalah kebijaksanaan Allah sendiri sebagai asal-usul dan penentu kodrat ciptaaan.
Jika kita melihat definisi dari hukum kodrat yang adalah sebuah partisipasi aktif dari akal budi terhadap hukum abadi, maka kita pun perlu melihat terlebih dahulu apa hukum abadi itu sendiri. Hukum kodrat akan semakin mudah untuk kita pahami jika terlebih dahulu kita pun memahami apa itu hukum abadi. Hal ini adalah sebuah konsekuensi logis karena memang hukum kodrat itu sendiri bergantung pada hukum abadi.
St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa Theologiae, quaesio 91 yang diterjemahkan oleh Franz-Magnis mengatakan bahwa hukum abadi adalah sebagai berikut:
"... Sebagaimana kami katakan di atas, hukum itu tidak lain perintah akal budi praktis dari penguasa yang memerintah atas komunitas sempurna [negara]. Nah jelaslah, apabila dunia diperintah oleh penyelenggaraan Ilahi sebagaimana dinyatakan dalam bagian pertama, seluruh komunitas alam semesta diperintah oleh Akal Budi Ilahi. Oleh karena itu, pemerintahan segala hal dalam Allah, penguasa alam semesta, bersifat hukum. Karena pengertian Akal Budi Ilahi tidak berada di bawah [jangkauan] waktu, melainkan bersifat abadi, sesuai Amsal 8:23, maka kesimpulannya bahwa hukum semacam itu harus disebut abadi.
Pemakluman dilakukan secara lisan atau tertulis, dan hukum abadidipermaklumkan dengan dua cara itu karena baik Sabda Ilahi maupun penulisan Buku Kehidupan adalah abadi..."
Kutipan paragraf di atas telah dengan sangat jelas memaparkan apa yang St. Thomas Aquinas maksud dari hukum abadi. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hukum abadi menurut St. Thomas Aquninas adalah Allah sendiri.
Teori hukum kodrat jika mau dijabarkan sebenarnya terdiri dari tiga bagian. Pertama, berpijak dari premis awal bahwa segala "sesuatu dalam alam mempunyai tujuan". Kemudian dalam konteksnya dengan manusia ditegaskan bahwa apakah dalam hidupnya manusia mendekati tujuan akhirnya atau malah menjauhinya. Tujuan akhir hidup manusia adalah kebahagiaan. Maka menurut St. Thomas Aquinas, dalam hal tujuan akhir ini Tuhan diperlukan untuk membuat gambaran ini menjadi lengkap. "Nilai dan tujuan, oleh karenanya, dikonsepkan sebgai dasar dari kodrat hal-hal itu karena dunia dipercaya sebgai ciptaan yang menuruti rencana ilahi".
Jika tujuan akhir hidup adalah kebahagiaan dan Tuhan sebagai Sang Pencipta alam yang mempunyai tujuan maka bisa disimpulkan bahwa kepenuhan kebahagiaan hanya terdapat dalam Tuhan. St. Thomas Aquinas menegaskan bahwa konsep kebahagiaan yang dimaksud Aristoteles masih merupakan kebahagiaan yang belum sempurna. Kebahagiaan yang sempurna ada pada di kehidupan setelah kematian, saat manusia kembali bersatu dengan Tuhan.
Berdasarkan penjelasan bahwa segala sesuatu mempunyai tujuan, maka perintah dasar moral hidup berdasarkan pada hukum kodrat adalah wajib bertindak ke arah yang baik dan menjauhi yang jahat. Sesudah orang mengerti dan memahami tentang mana yang baik dan mana yang buruk, ia harus selalu mengarahkan dirinya pada apa yang baik. Hukum kodrat membantu seseorang menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Ajaran St. Thomas Aquinas mengenai bahwa segala sesuatu yang bergerak seperti penjelasan di atas termuat dalam salah satu karya terbesarnya, yaitu Summa Contra Gentiles. Berikut kutipannya:
“Segala Sesuatu yang Bergerak, Bergerak Untuk Kebaikan”
“Sebuah agen intelektual bergerak untuk sebuah tujuan yang telah dipilih untuk dirinya sendiri, ketika sesuatu di dalam alamiahnya hal itu bergerak untuk tujuan tidak berada dalam tujuan-tujuan mereka, untuk mereka yang tidak mengetahui makna dari tujuan akhir dari sebuah tujuan tetapi bergerak demi tujuan yang mereka dipilih untuk mereka oleh orang lain. Ketika seseorang menggunakan intelektualnya untuk bergerak, ia selalu memilih sebuah tujuan yang ia pikir itu adalah baik karena obyek dari intelektualnya hanya menggerakkannya ketika menjadi baik-dan kebaikan adalah obyek dari kehendak. Segala sesuatu secara alamiah bergerak dan bergerak untuk sebuah tujuan yang adalah sebuah kebaikan sejak tujaun dari sebuah kegiatan dalam hakikat adalah hasil dari kemampuan alaminya. Dengan demikian segala sesuatu yang bergerak, bergerak untuk sebuah kebaikan”
Kedua, hukum kodrat membuat konsep adanya dari sesuatu tercampur juga dengan bagaimana seharusnya. Dalam bahasa Inggris perbedaan ini menjadi lebih jelas antara be dan should be. Artinya hidup menurut hukum kodrat tidak lagi hanya sekedar apa adanya kaitanya dengan alam, melainkan sebagai sebuah keharusan alam. Namun dalam rangka hukum kodrat menurut St. Thomas Aquinas ini, manusia dihadapkan pada banyak pilihan. Manusia dituntut memilih dengan pertimbangan akal budi yang paling tinggi. Dengan demikian manusia tidak hanya melakukan apa yang sudah menjadi sebuah ketetapan otomatis dalam alam, melainkan harus tetap melakukan pilihan diantara banyak tawaran dengan menggunakan akal budinya.
Ketiga, teori hukum kodrat mengarahkan pada pertannyaan tentang pengetahuan moral. Pertanyaan tersebut adalah bagaimana seseorang menentukan apa yang benar dan salah? Hukum kodrat menegaskan bahwa hal "yang benar untuk dilakukan adalah tindakan apa pun yang sesuai dengan pikiran yang paling rasional".
Secara jelas bisa kita katakan bahwa hukum kodrat menjadi sebuah dasar dari ratio. Lebih dalam, hukum kodrat menjadi sebuah alur (guideline) dalam setiap pikiran dan tindakan manusia. Setiap pikiran rasional manusia dalam kerangka menuju tujuan akhirnya dilalui dengan atau sesuai dengan hukum kodrat. Bagi St. Thomas Aquinas hukum kodrat adalah sebuah esensi dari manusia.
Dengan demikian bisa sedikit kita simpulkan bahwa hukum kodrat adalah partisipasi aktif akal budi dalam hukum abadi, Allah sendiri, sebagai penentu kodrat ciptaan-Nya. "Hidup sesuai dengan hukum kodrat berarti hidup sedemikian rupa hingga kecondongan-kecondongan kodrati mencapai tujuan khas masing-masing, tetapi dalam keselarasan menurut pengaturan akal budi".
Daftar Pustaka
Aquinas, Thomas. Summa Contra Gentiles. Chapter 3
Aquinas, Thomas. Summa Theologiae I-II Q 91. a2
Copleston, Frederick. A History Of Philosophy 2. Volume II: Medieval Philosophy. Images Book. New York. 1993.
Macquarrie, John and James Childress (ed.). A New Dictionary of Christian Ethics. Part Medieval Ethics and Teleological Ethics, SCM Press Ltd. USA. 1967.
Rachels, James. Filsafat Moral. Kanisius. Yogyakarta. 2004.
Suseno, Franz-Magnis. 13 Model Pendekatan Etika. Kanisius. Yogyakarta. 1997.
Internet:
http://www.iep.utm.edu/aq-moral/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
- Aborsi
- Aristoteles
- belajar ilmiah
- Etika
- Etika Biomedis
- Etika Nickomakeia
- Etika Thomas Aquinas
- Filsafat Jawa
- Filsafat Ketuhanan
- Filsafat Manusia
- Filsafat Pendidikan
- Hegel
- Keadilan
- Kebenaran
- Keutamaan
- Komunikasi
- Opini
- Sejarah Filsafat Abad Pertengahan
- Soekarno
- theodicy
- tugas epistemologi
- tugas pengantar filsafat
- tugas resensi Filsafat Manusia
- Tulisan untuk buletin "Cogito" Nopember 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar